Mahasiswa bergerak. Ada apa gerangan dengan mahasiswa? Ada apa gerangan dengan negara kita? Mahasiswa adalah golongan elit terpelajar sebuah bangsa. Mahasiswa dengan bara idealism darah mudanya adalah sebagian dari simbol moralitas sebuah negara. Ibarat menggali ilmu pengetahuan, mahasiswa sehari-hari menepi di kampus sunyi berkontemplasi. Ibarat seorang cantrik ia tengah menjalani sebuah laku pertapaan, jauh dari hingar-bingar kehidupan duniawi. Tentu ini hanyalah sebuah gambaran cita-cita idealnya.
Namun meskipun tidak benar-benar ideal bahwasanya seorang mahasiswa adalah cantrik petapa zaman, mahasiswa tetap mewarisi diri sebagai salah satu pemuja nurani, hati nurani. Dengan demikian kesucian dan kemurnian suara mahasiswa adalah suara rakyat, dan tentu saja adalah suara Tuhan itu sendiri. Jikapun pada suatu masa mahasiswa turun ke jalan untuk berdemontrasi, tentu memang ada suatu isu yang sungguh teramat penting untuk disuarakan. Catat lho ya, ini demontrasi mahasiswa murni.
Di tahun 66 mahasiswa turun ke jalan meneriakkan Tri Tura, tiga tunturan rakyat. Sejarah mencatat demontrasi mereka menjadi akhir dari pemerintahan Orde Lama. Tahun 98, mahasiswa kompak bergerak. Gerakan ini menjadi titik akhir kekuasaan Orde Baru.
Hari-hari ini mahasiswa kembali bergerak. Gejayan memanggil. Ada yang unjuk rasa di gedung dewan Senayan. Di Jogja, Jakarta, Bandung, Medan, Semarang, Malang, pokoknya hampir semua kampus terkemuka di berbagai kota menggelar aksi turun ke jalan. Di antara isu utama yang disuarakan adalah pelemahan institusi KPK melalui revisi Undang-undang KPK. RUKUHP, RUESDM, RUPKS, yang terkesan tergesa-gesa dan kebut-kebutan tayang ingin diparipurnakan oleh dewan yang tinggal beberapa hari saja berkuasa ditolak dan diaspirasikan untuk ditunda penegsahannya.
Fenomena mahasiswa yang turun kembali ke jalan ini mendapat beragam respon dari berbagai kalangan. Ada yang mengkhawatirkan jika mereka ditunggangi oleh kelompok tidak bertanggung jawab yang ingin melihat negeri ini rusuh. Ada menggoblokkan mahasiswa dan menuduhkan gerakan mereka ingin menggagalkan pelantikan sang petahana terpilih. Ada yang merasa mongkok dan bangga dengan kepedulian mahasiswa yang notabene kids zaman now terhadap kondisi bangsa yang tengah carut-marut. Lalu bagaimana dengan diri penulis sendiri?
Saya pribadi lebih memilih sikap berbaik sangka terhadap gerakan mahasiswa kali ini. Saya yakin sebagian besar barisan mahasiswa yang bergerak tergerak atas nama kemurnia hati nurani. Menyaksikan kehidupan sehari-hari yang semakin dirasa berat bagi sebagian rakyat kita, mahasiswa memiliki itikad untuk membersamai dan menyuarakan jeritan rakyat. Harga-harga yang kian membubung tinggi, kenaikan iuran BPJS, kenaikan tariff listrik, pajak ini pajak itu semakin menghimpit wong cilik. Angka pengangguran yang kian membengkak, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, ketidakjujuran para pemimpin dan lainnya dirasa sebagai perusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.
Saya rasa, saya pikir, mahasiswa masih memiliki kepekaan nurani untuk memprotes setiap laku kejahatan, ketidakjujuran, kepalsuan dan apapun yang merugikan rakyat.
Hidup mahasiswa. Hidup rakyat Indonesia. Hidup Republik Indonesia. Rakyat besatu tak bias dikalahkan.
Ngisor Blimbing, 24 September 2019